Minggu, 19 Agustus 2012

Pertimbangan memilih spesialisasi: bagi ikhwah-ikhwah yang ingin melanjutkan sekolah


Suatu hari, aku menemukan data pdf yang berjudul “The Ultimate Guide to Choose Medical Specialty” pada flashdisk seorang temanku, Akh ****. Waw, dia update juga, ya? Buku itu bercerita tentang bagaimana cara seorang dokter umum menentukan pilihan studi Dokter Spesialisnya. Wah, bagiku, ini passs buanget. Selama ini, yang menjadi keinginanku adalah menjadi dokter spesialis bedah. Karena, mungkin aku terlalu banyak input informasi yang kurang berimbang kali ya? Aku pernah baca buku Komplikasi karangan Atul Gawande, dan serial yang pernah kutonton adalah Team Medical Dragon, dimana tokoh-tokoh utamanya adalah seorang dokter bedah. Jadi, boleh dikata, impianku itu masih kekanakan, karena belum didukung data yang akurat dan lengkap tentang minat dan kemampuanku. Hanya satu perspektif saja. Nah, adanya buku ini membuat aku mengerti akan pentingnya mempersiapkan penentuan pilihan spesialisasi kedokteran. Kenapa penting? Karena tepatnya pilihan spesialisasi akan menjadikan sang dokter lebih bahagia dalam menjalani profesinya, dan menjadi dokter yang lebih baik bagi pasiennya. 10 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan spesialisasi :
  1. Apakah suka yang generalis (mempelajari ilmu yang luas, ex. Internist, surgery, pediatrician, family practice), spesialis (mempelajari ilmu yang dalam, ex. Obgyn, ophthalmology, otolaryngology) atau yang supportive (membantu generalis dan spesialis, ex. Anastesiologi, pathology, radiology)
  2. Apakah mencintai dasar ilmu yang menjadi fondasi utama spesialisasi tersebut, dan tertarik dengan perubahan informasinya
  3. Apakah cenderung suka berinteraksi dengan pasien yang banyak dan erat (internal medicine, family practice) atau yang banyak namun sambil lalu (surgery, emergency medicine). Yang rela berkotor-kotor (surgery, obgyn) atau yang lebih bersih (psychiatry, ophthalmology). Yang areanya terfokus (urology, orthopaedics), yang intensitas bertemu pasien relatif sedikit (radiology, pathology), dll.
  4. Apakah mempu bertahan menghadapi tipe pasien yang akan ditemui, ex. Dokter Emergensi menghadapi pasien yang seringkali marah dan menuntut perawatan padahal tidak darurat. Dokter anak menghadapi orang tua yang menuntut. Dokter onkologi menghadapi progress perbaikan penyakit mematikan pasien yang sangat sedikit dibandingkan usaha yang sangat agresif.
  5. Pilihlah spesialisasi yang membuat anda bahagia disana. Tidak peduli apa kata keluarga, kolegadan orang lain tentang pilihan itu. Ingatlah, bahwa setiap spesialisasi dokter memiliki peran yang sama penting dalam mendukung kerja besar membangun kesehatan. Dan ide bahwa spesialisasi tertentu memiliki prestise dan kehormatan yang lebih dari yang lain hanyalah opini personal saja.
  6. Pertimbangan lifestyle akibat dari resiko profesi yang akan diambil. Dunia kedokteran adalah dunia yang menuntut banyak. Telepon tengah malam yang membutuhkan kelahiran Caesar atau operasi apendiks, berkurangnya otonomi dalam manajemen perawatan, atau meningkatnya laporan dan ancaman penyidangan malpraktik. Setiap spesialisasi memiliki resiko yang khas dan berbeda, dan itu tergantung bagaimana hidup yang diinginkan oleh si calon spesialis.
  7. Panjangnya waktu residensi. Sadarilah bahwa beberapa spesialisasi membutuhkan waktu pelatihan yang lebih panjang dari yang lain. Semakin spesisifik pendidikan yang anda ambil, maka semakin lama waktu yang anda butuhkan. Anda sangat mungkin untuk selamanya menjadi pelajar! Tetapi kenyataan ini n bukan berarti anda harus memilih pendidikan spesialisasi yang perdurasi pendek hanya agar dapat segera menikmati hasil. Anda tentunya tidak ingin salah jurusan, kan?
  8. Kompetisi memasuki pendidikan spesialisasi tertentu. Karena sebenarnya untuk memasuki suatu pendidikan spesialisasi, para calon siswa harus menghadapi persaingan dengan teman sejawatnya yang lain. Anda pun harus menyadari seberapa besar kesempatan anda dalam memasuki spesialisasi yang anda inginkan. Sayangnya, meskipun dalam hati anda telah bertekad untuk menjadi dokter spesialis bedah atau penyakit dalam, anda belum tentu dapat mencapainya. Dan seorang dokter tidak boleh hanya terpaku, “Saya orangnya hanya cocok di spesialisasi anak”, atau malah,”Saya tidak akan pernah masuk ke radiologi karena tempat saya bukan di situ.”
  9. Masa depan pendapatan dan potensi konsumsi. Masih belum ada data untuk gaji standar dokter spesialis tertentu di Indonesia. Dan pajak juga harus menjadi pertimbangan.
  10. Kesempatan kerja. Begitu banyak informasi tentang spesialisasi yang ‘basah’ maupun ‘kering’, tidaklah menjadi bahan pertimbangan utama seseorang untuk masuk ke suatu spesialisasi. Setiap spesialisasi memang memiliki masa kejayaannya masing-masing. Tetapi jika anda hanya mengikuti trend terkini untuk menjadi spesialisasi, anda hanya akan menyiksa diri anda pada pekerjaan yang tidak anda cintai. Dan sebenarnya, mau bagaimanapun seorang dokter, apa anda pernah mendengar ada dokter yang kelaparan karena kekuarangan uang?

2 komentar:

  1. Apa khabar dek?

    Jadi setelah membaca dan mempertimbangkan 'paling tidak' 10 hal diatas, apa keputusan Nita?

    BalasHapus
  2. alhamdulillah khoir mba..
    afwan jiddan mba baru liat kalau ada comment dari mba..
    ehm belum bisa diputuskan mba, tapi kalau planning terdekat mau ptt dulu mba. entar kalau dah ptt, baru ada keinginan buat ngelanjut ke Penyakit dalam atau anak..

    BalasHapus